Jumat, 01 Oktober 2010

PENGARUH KERAGAMAN SUKU BANGSA TERHADAP INTEGRITAS BANGSA INDONESIA

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya dan bahasa daerah. Indonesia meliliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.asuku bangsa merupakan bagian dari suatu negara. Dalam setiap suku bangsa terdapat kebudayaan yang berbeda-beda.selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat masyarakat di dalamnya agar ta’at dan melakukan segala yang tertera didalamnya. Setiap suku bangsa di indonesia memiliki norma-norma sosial yang berbeda-beda. Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi).Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.

Sedangkan perbedaan horisontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik.

Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial budaya dari sekelompok etnik. Untuk menghindari diperlukan adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarah lah yang mempersatukan ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu,pancasila sebagai idiologi yang menjadi poros dan tujuan bersama untuk menuju integrasi,kedaulatan dan kemakmuran bersama.

Atas uraian-uraian tersebut kami mempunyai ide untuk membuat makalah yang berjudul “PENGARUH KERAGAMAN SUKU BANGSA TERHADAP INTEGRITAS BANGSA INDONESIA”. Dalam hal ini kami ingin menguak sisi positif dalam memulai usaha di bidang perbukuan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 BENTUK KERAGAMAN BUDAYA BANGSA INDONESIA

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari ‘buddhi” (budi atau akal). Kebudayaan diartikan sebagai hal –hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah , mengerjakan tanah , membalik tanah atau diartikan bertani.

3.1.1 Karakteristik budaya

Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap budaya, kapan pun dan dimanapun budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah

a. kebudayaan adalah milik bersama.

b. kebudayaan merupakan hasil belajar.

c. kebudayaan didasarkan pada lambang.

d. kebudayaan terintegrasi.

e. kebudayaan dapat disesuaikan.

f. kebudayaan selalu berubah.

g. kebudayaan bersifat nisbi (relatif).

Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Adapun subtansi atau isi utama budaya adalah:.

a. sistem pengetahuan, berisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat tinggal, zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia serta ruang dan waktu. .

b. sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup.

c. kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara hubungan dengan mereka yang sudah meninggal.

d. persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu permasalahan.

e. pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih secara selektif oleh masyarakat. Pandangan hidup dapat berasal dari norma agama (dogma), ideologi negara atau renungan atau falsafah hidup individu.

f. etos budaya, yaitu watak khas dari suatu budaya yang tampak dari luar

3.1.2 Budaya lokal

Budaya lokal merupakan adat istiadat, kebudayaan yang sudah berkembang (maju) atau sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah yang terdapat disuatu daerah tertentu. Budaya lokal umumnya bersifat tradisional yang masih dipertahankan. Menurut Fischer, kebudayaan – kebudayaan yang ada di suatu wilayah berkembang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain lingkungan geografis, induk bangsa dan kontak antarbangsa. Dari pendapat tersebut dapatlah kita kaitkan dengan kebudayaan daerah yang ada di Indonesia yang memiliki ciri-ciri khusus antarwilayah sehingga beraneka ragam. Van Volenholen membagi masyarakat Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat yang oleh Koentjoroningrat disebut culture area. Setiap suku memilih mempertahankan pola-pola hidup yang sudah lama disesuaikan dengan penduduk sekitar mereka. Lingkungan geografis yang berbeda ada yang di gunung maupun dataran rendah dan tepi pantai, faktor ilkim dan adanya hubungan dengan suku luar menyebabkan perkembangan kebudayaan yang beraneka macam.Contoh budaya lokal yang bersifat abstrak misalnya Kepercayaan Kaharingan (Dayak), Surogalogi (Makasar), Adat Pikukuh (Badui). Budaya lokal yang bersifat perilaku misalnya tari Tor-tor, tarian Pakarena, upacara Kasadha (Masyarakat Tengger), upacara ruwatan dengan menggelar wayang kulit berlakon “Murwokolo” (Masyarakat Jawa), orang Badui dalam berpakaian putih dan Badui luar berpakaian biru, Bahasa Batak dan lain-lain . Budaya lokal yang bersifat artefak misalnya rumah Gadang (Sumatera Barat), tiang mbis ( Suku Asmat), alat musik gamelan (Jawa).

3.1.3 Potensi keberagaman budaya

Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat istiadat yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Hal yang utama dari kekayaan budaya yang kita miliki adalah adanya kesadaran akan adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki serta bagaimana dapat memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau nation bahwa kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah NKRI sehingga memperkuat integrasi. .

Disatu sisi bangsa Indonesia juga mempunyai permasalahan berkaitan dengan keberagaman budaya yaitu adanya konflik yang berlatar belakang perbedaan suku dan agama. Banyak pakar menilai akar masalah konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya masyarakat yang memilki potensi tinggi dalam kehidupan serta adanya ikatan primordialisme baik secara vertikal dan horisontal. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, terlebih adanya perbedaan dalam mengakses fasilitas pemerintah juga berbeda (pelayanan kesehatan, pembuatan KTP, SIM atau sertifikat serta hukum). Semua perbedaan tersebut menimbulkan prasangka atau kontravensi hingga dapat berakhir dengan konflik.

3.1.4 Karakteristik budaya nasional

Ki Hajar Dewantara mengemukakan kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan daerah, menurut Koentjoroningrat kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang didukung sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat dibanggakan oleh warga Indonesia. Wujud budaya nasional.

a. Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai lambang kebangga nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa dan alat penghubung antardaerah dan antar budaya.

b. Seni berpakaian, contohnya adalah pakaian batik yang menjadi simbol orang Indonesia dan non – Indonesia, serta pakaian kebaya.

c. Perilaku, misalnya gotong royong (walaupun tiap daerah mempunyai nama yang berbeda, sambatan, gugur gunung,). Selain gotong royong juga ada musyawarah, misalnya , sistem aipem pada masyarakat Asmat, atau adanya balai desa tempat musyawarah tiap desa,atau honai, rumah laki-laki suku Dani serta subak pada masyarakat Bali. Contoh yang lain adalah ramah tamah dan toleransi.Menurut Dr Bedjo dalam tulisannya memaknai kembali Bhineka Tunggal Ika dituliskan konsep Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, juga merujuk pada sumber asalnya yaitu Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut merupakan seloka yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha. Yang terpenting disini adanya wacana baru yang dikemukakan penulis tentang semboyan bangsa. Bhineka Tunggal Ika juga ditafsirkan sebagai “Ben Ika Tunggale Ika “ (baca: ben iko tunggale iko, Bahasa Jawa – red). Kata ‘ben” artinya biarpun, kata ‘ika’ dibaca iko yang artinya ‘itu atau ini’ dengan menunjuk seseorang atau sekelompok orang didekatnya atau di luar kelompoknya. Kata ‘tunggale’ artinya ‘sadulur’ atau ‘saudara’. Jadi kalimat diatas dapat dimaknai menjadi: Biarpun yang ini/itu saudaranya yang ini/itu dan lebih jauh lagi, makna dari Bhineka Tunggal Ika adalah paseduluran atau persaudaraan. Dengan persaudaraan sebagai sebuah keluarga besar yang dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang bermakna Indonesia. Jadi memang kerukunan dan toleransi merupakan akar budaya nasional.

d. Peralatan, banyak sekali peralatan, materi atau artefak yang menjadi kebanggaan nasional misalnya Candi Borobudur dan Prambanan, Monas

3.1.5 Hubungan budaya lokal dan budaya nasional.

Budaya lokal yang bernilai positif, bersifat luhur dapat mendukung budaya nasional. Dalam pembangunan kebudayaan bangsa, nilai-nilai budaya positif baik budaya daerah perlu dipertahankan dan dikembangkan karena justru menjadi akar atau sumber budaya nasional. Mengingat budaya bangsa merupakan “hasil budidaya rakyat Indonesia seluruhnya” maka cepat lambat pertumbuhannya tergantung kearifan peran serta seluruh masyarakatnya. Bagaimana peran keluarga, sekolah dan pemerintah menanamkan budaya daerah pada generasi berikutnya dan kearifan generasi muda dalam melestarikan budaya daerah.

3.2 PROSES INTEGRASI BANGSA INDONESIA

Menurut Hendropuspito OC dalam bukunya “Sosiologi Sistematik” istilah integrasi berasal dari kata latin integrare yang berarti memberikan tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata tersebut menurunkan kata integritas yang berarti keutuhan atau kebulatan dan integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Secara umum integrasi diartikan sebagai pernyataan secara terencana dari bagian-bagian yang berbeda menjadi satu kesatuan yang serasi. Kata integrasi berkaitan erat dengan terbentuknya suatu bangsa, karena suatu bangsa terdiri dari berbagai unsur seperti suku/etnis, ras, tradisi, kepercayaan dan sebagainya,yang beranekaragam. Untuk itu integrasi suatu bangsa terjadi karena adanya perpaduan dari berbagai unsur tersebut, sehingga terwujud kesatuan wilayah, kesatuan politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang membentuk jatidiri bangsa tersebut. Integrasi bangsa tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan suatu proses perjalanan waktu yang panjang yang harus diawali adanya kebersamaan dalam kehidupan. Kebersamaan tersebut memiliki arti yang luas yaitu kebersamaan hidup, kebersamaan pola pikir, kebersamaan tujuan dan kebersamaan kepentingan.

Dengan demikian integrasi suatu bangsa dilandasi oleh cita-cita dan tujuan yang sama, adanya saling pendekatan dan kesadaran untuk bertoleransi dan saling menghormati. Demikian pula untuk integrasi bangsa Indonesia. Mengingat Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan memiliki keanekaragaman budaya. Maka sangat memerlukan proses integrasi, karena dampak dari kemajemukan ini sangat potensial terjadinya konflik/ pertentangan. Kecenderungan terjadinya konflik di Indonesia sangatlah besar, untuk itu hendaknya setiap warga masyarakat di Indonesia harus menyadari dan mempunyai cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia. Cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia adalah sederhana tetapi agung yaitu suatu masyarakat dimana semua golongan dapat hidup rukun. Mengembangkan diri tanpa merugikan golongan lain dan bahkan membantu mendukung golongan-golongan lain, sehingga terwujud suatu masyarakat yang adil dan makmur.

Perlu juga disadari bahwa mengejar cita-cita yang demikian tidaklah mudah, bukan merupakan proses yang sekali jadi, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Dan untuk mencapainya bukan hanya merupakan tugas orang-orang tertentu atau golongan-golongan tertentu tetapi merupakan tugas seluruh nation/bangsa yang memiliki solidaritas terhadap kebangsaan Indonesia. Dalam mengupayakan, memperjuangkan cita-cita yang luhur tersebut diperlukan pemahaman kondisi, dalam kenyataan pemahaman dari segi-segi budaya dan akhirnya kebijaksanaan yang didasarkan atas kearifan dan perhitungan sebagai integrasi dapat terwujud.

Proses integrasi bangsa Indonesia menurut A. Sartono Kartodirjo dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu ; pertama, integrasi geopolitik yang dimulai sejak jaman prasejarah sampai awal abad 20, dan kedua, proses integrasi politik kaum elite sejak awal abad 20 sampai jaman Hindia Belanda berakhir.

Dalam proses integrasi geo politik di Indonesia mulai menonjol pada awal abad 16 dan dalam proses integrasi bangsa Indonesia tersebut banyak faktor yang berperan antara lain pelayaran dan perdagangan antar pulau serta adanya bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan. Para pedagang-pedagang Islam mejadi motor penggerak terjadinya proses integrasi, hal ini karena dalam ajaran Islam tidak membedakan manusia baik berdasarkan kasta, agama, suku/etnis atau golongan. Bagi pedagang-pedangan Islam yang terpenting adalah perdagangan yang saling menguntungkan. Dengan adanya hal tersebut maka mempermudah hubungan dan komunikasi suku bangsa yang berada di Nusantara.

Sedangkan integrasi kaum elite yang berkembang pada awal abad 20 yang berperan adalah pendidikan karena dengan pendidikan lahirlah golongan intelektual Indonesia yang menyadari nasib bangsanya sehingga berusaha mengembangkan wawasan integral kebangsaan. Untuk itu integrasi politik kaum elite merupakan tulang punggung gerakan Nasionalisme Indonesia. Melalui gerakan nasionalisme maka lahirlah integrasi nasional bangsa Indonesia sampai sekarang.

3.3 Pentingnya Persatuan dalam Keragaman

Di sekitar tempat tinggalmu, mungkin ada yang menjumpai sejumlah suku bangsa, tidak hanya satu suku bangsa. Mengapa demikian? Indonesia

negara kesatuan. Hubungan antarpulau sudah terjadi sejak zaman dahulu. Ketersediaan angkutan laut sangat memudahkan hubungan antarpulau.

Banyak suku bangsa dari satu pulau pindah ke pulau yang lain. Mereka menetap di tempat yang baru. Jadilah penduduk setempat. Kemudian menjadi penduduk desa atau kelurahan, kecamatan dan kabupaten atau kotamu. Ada juga program transmigrasi yang menyebabkan bercampurnya

suatu suku bangsa asli dengan suku pendatang. Masing-masing dari mereka memiliki budaya yang berbeda. Tidak hanya budaya, agama mereka pun juga mungkin berbeda. Suatu tempat yang terdapat suku dan budaya yang beragam tentunya sangat rawan dan dapat menyulut adanya perpecahan antarsuku. Namun ternyata hal ini tidak terjadi karena bangsa Indonesia memegang teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berarti berbedabeda tetapi tetap satu juga. Kata Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, seorang pujangga dari Majapahit. Bunyi selengkapnya adalah Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan bangsa Indonesia ini tertulis pada kaki lambang negara Garuda Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika merupakan alat pemersatu bangsa. Untuk itu kita harus benar-benar memahami maknanya. Negara kita juga memiliki alat-alat pemersatu bangsa yang lain, yakni:

1. Dasar Negara Pancasila

2. Bendera Merah Putih sebagai bendera kebangsaan

3. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan

4. Lambang Negara Burung Garuda

5. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

6. Lagu-lagu perjuangan

Masih banyak alat-alat pemersatu bangsa yang sengaja diciptakan agar persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga. Bisakah kamu menyebutkan yang lainnya? Persatuan dalam keragaman memiliki arti yang sangat penting. Persatuan dalam keragaman harus dipahami oleh setiap warga masyarakat agar dapat mewujudkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang

2. Pergaulan antarsesama yang lebih akrab

3. Perbedaan yang ada tidak menjadi sumber masalah

4. Pembangunan berjalan lancar

Adapun sikap yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan persatuan dalam keragaman antara lain:

1. Tidak memandang rendah suku atau budaya yang lain

2. Tidak menganggap suku dan budayanya paling tinggi dan paling baik

3. Menerima keragaman suku bangsa dan budaya sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya

4. Lebih mengutamakan negara daripada kepentingan daerah atau suku masing-masing

Kita mesti bangga, memiliki suku dan budaya yang beragam. Keragaman suku dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. Bangsa asing saja banyak yang berebut belajar budaya daerah kita. Bahkan kita pun sempat kecolongan, budaya asli daerah kita diklaim atau diakui sebagai budaya asli bangsa lain. Karya-karya putra daerah pun juga banyak yang diklaim oleh bangsa lain.

3.4 HUBUNGAN KERAGAMAN BUDAYA TERHADAP INTEGRASI BANGSA INDONESIA

Sifat majemuk dari bangsa Indonesia, disamping merupakan kebanggaan hendaknya pula dilihat bahwa suatu negara dengan keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan mengandung potensi konflik. Oleh karenanya guna menuju suatu integrasi nasional Indonesia yang kokoh, terdapat berbagai kendala yang harus diperhatikan.

Dalam rangka mempersatukan penduduk Indonesia yang beranekawarna, Koentjaraningrat (1982:345-346) melihat ada empat masaah pokok yang dihadapi, ialah

(a) mempersatukan aneka-warna suku-bangsa,

(b) hubungan antar umat beragama,

(c) hubungan mayoritas-minoritas dan

(d) integrasi kebudayaan di Irian Jaya dengan kebudayaan Indonesia.

Diantara sekitar 210 juta orang penduduk Indonesia dewasa ini, sulit diketahui secara pasti distribusi jumlah dari masing-masing suku-bangsa.

Terakhir kalinya, Sensus Penduduk di Indonesia yang memuat items suku-bangsa adalah yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda; yang hasilnya dimuat dalam Volkstelling (1930). Sensus Penduduk Indonesia yang dilakukan pada 1970 dan dalam dasawarsa berikutnya, tidak mencantumkan items suku-bangsa. Mengingat hal tersebut, ada kesulitan untuk mengetahui secara pasti laju pertumbuhan penduduk berdasarkan suku-bangsa dan distribusi mereka. Sekalipun demikian, ada pula berbagai usaha untuk mengetahui hal di atas, antara lain pernah dicoba oleh Pagkakaisa Research (1974), antara lain disebutkan bahwa suku-bangsa bahwa Jawa mencapai 45,8 % dari total penduduk Indonesia pada 1974 (sekitar 120.000.000 orang). Berbagai distribusi penduduk Indonesia berdasarkan suku-bangsa ialah Sunda (14,1 %), Madura (7,1 %), Minangkabau (3,3 %), Bugis (2,5 %), Batak (2,0 %), Bali (1,8 %), 24 suku-bangsa lainnya (20,3 %) dan orang Cina (2,7 %). Sementara itu, di kalangan para pakar masih terdapat perbedaan dalam mengklasifikasikan penduduk di Indonesia ke dalam suatu konsep suku-bangsa.

Koentjaraningrat (1982:346-347) menilai bahwa berapakah sebenarnya jumlah suku-bangsa di Indonesia, sampai saat kini masih sukar ditentukan secara pasti. Hal ini disebabkan ruang lingkup istilah konsep suku-bangsa dapat mengembang atau menyempit, tergantung subyektivitas. Sebagai contoh, paling sedikit di Pulau Flores terdapat empat suku-bangsa yang berbeda bahasa dan adat-istiadatnya, ialah orang Manggarai, Ngada, Ende-Lio dan Sikka. Namun kalau mereka ada di luar Flores, mereka biasanya dipandang oleh suku-bangsa lainnya atau mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai satu suku-bangsa, ialah Flores.

Hal ini juga terjadi dikalangan suku-bangsa Dayak di Pulau Kalimantan. Menurut H.J. Malinckrodt, orang Dayak diklasifikasikan ke dalam enam rumpun atau stammen ras, ialah Kenya-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Moeroet, Klemantan dan Poenan. Selanjutnnya jika diamati lebih lanjut, di kalangan orang Dayak Kalimantan ada 405 suku-bangsa yang saling berbeda satu dengan lainnya. Jika mereka berada di luar Pulau Kalimantan, orang lain menyebut mereka dan mereka sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai suku-bangsa Dayak, akan tetapi di Kalimantan sendiri antara satu dengan yang lain merasa memiliki perbedaan. Demikian pula hanya di Irian Jaya, berdasarkan penelitian dari Summer Language Institute, paling tidak terdapat 252 suku-bangsa yang masing-masing memakai bahasa yang berbeda. Mengingat hal tersebut maka, Koentjaraningrat memandang perlu upaya pendifinisian konsep suku-bangsa di Indonesia secara ilmiah, antara lain dengan mengambil beberapa unsur kebudayaan sebagai indikator yang dapat berlaku bagi semua “suku-suku-bangsa” yang ada di Indonesia..

Upaya untuk memahami keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan di Indonesia adalah sekaligus berpretensi pula mengungkapkan berbagai bentuk interaksi sosial yang terjadi di kalangan suku-bangsa yang saling berbeda kebudayaannya. Dengan mempelajari proses interaksi sosial yang terjadi, sekaligus diharapkan akan memberikan pengetahuan tentang proses-proses sosial di kalangan mereka sehingga akan diketahui segi dinamis dari masyarakat dan kebudayaan. Berbagai perubahan dan perkembangan masyarakat yang merupakan segi dinamis adalah akibat interaksi sosial yang terjadi diantara para warganya, baik orang perorangan, orang dengan kelompok maupun antar kelompok manusia. Kerjasama (cooperation), persaingan (competition), pertikaian (conflict), akomodasi (acomodation), asimilasi (assimilation), akulturasi (acculturation) dan integrasi (integration) merupakan proses-proses sosial yang perlu diperhatikan dalam rangka studi hubugan antar suku-bangsa, terutama untuk mempercepat terwujudnya integrasi nasional Indonesia yang kokoh.

Faktor integrasi bangsa Indonesia rasa senasib dan sepenanggungan serta rasa seperjuanagan di masa lalu ketika mengalami penjajahan. Penjajahan menimbulkan tekanan baik mental ataupun fisik. Tekanan yang berlarut-larut akan melahirkan reaksi dari yang ditekan ( di jajah ). Sehingga muncul kesadaran ingin memperjuangkan kemerdekaan. Dengan kesadaran ini, maka keberagaman suku atau golongan yang ada di Indonesia tidak dipermasalahkan semuanya bersatu, berjuang untuk merdeka. Sehingga terbentuklah negara Kesatuan Republik Indonesia dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika. Selain itu, sumpah pemuda merupakan salah satu faktor integrasi bangsa karena isinya adalah persatuan yaitu berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu Indonesia.

Faktor disintegrasi bangsa di antaranya ialah negara yang berbentuk kepulauan yang dipisahkan oleh lautan, sehingga akan memunculkan sikap ingin menguasai daerah sendiri dan tidak mau diatur.Kemudian keberagaman suku, ras, agama bisa memicu disintegrasi bangsa, karena setiap golongan pasti mempunyai budaya, watak, dan adat yang berbeda dan yang pasti mereka masing-masing mempunyai ego kesukuan ( Chauvinisme ) sehingga kan mudah konflik dengan suku-suku yang lain. Faktor disintegrasi yang lain ialah rasa ketidakadilan yang memicu pemberontakan kepada yang berbuat tidak adil. Jika pemerintah Indonesia tidak berbuat adil pada setiap daerah yang ada di Indonesia maka akan menimbulkan rasa ketidakpuasan dari masyarakat yang berdomisili di daerah tersebut, sehingga pada akhirnya ada keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemajemukan bangsa Indonesia yang meliputi bahasa, budaya,suku, agama dan ras, bisa menjadi daya integrasi maupun disintegrasi bangsa kita. Seperti yang kita ketahui, dengan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia kita dapat berkomunikasi antar suku dan ras sehingga hubungan akan terjalin dengan baik dan dapat mempererat persaudaraan sebagai satu bangsa besar yaitu bangsa Indonesia. Selain itu, keragaman antar budaya termasuk bahasa akan saling melengkapi satu sama lainnya menjadi kebudayaan nasional yang akan menjadi kebanggaan semua suku dan ras yang ada di Indonesia..

Dan yang ke dua, kemajemukan bangsa kita juga dapat menjadi daya disintegrasi bangsa karena dengan keragaman itu, rentan sekali terhadap konflik antar suku dan daerah, terutama masalah agama seperti yang terjadi akhir-akhir ini di kawasan timur Indonesia. Selain faktor kemajemukan budaya, penyebab disintegrasi bangsa Indonesia juga terpicu oleh sentralisasi pembangunan yang selama ini lebih terfokus di pulau Jawa, sehingga menyebabkan kesenjangan dan kecemburuan dari daerah lain, sehingga timbul keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI.

Yang bisa menjadi faktor integrasi bangsa adalah semboyan kita yang terkenal yaitu bhineka tunggal ika, dimana kita terpisah-pisah oleh laut tetapi kita mempunyai ideologi yang sama yaitu pancasila.sedangkan yang menjadi faktor desintegrasi bangsa adalah kurang adanya rasa nasionalisme yang tinggi, kurangnya rasa toleransi sesama bangsa, campur tangan pihak asing dalam masalah bangsa.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka ideologi yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan.

Maka, Indonesia Baru yang kita citakan itu, hendaknya ditegakkan dengan menggeser masyarakat majemuk menjadi masyarakat multikultural, dengan mengedepankan keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan. Harus disadari, bahwa merubah masyarakat majemuk ke multukultural itu merupakan perjuangan panjang yang berkelanjutan.

SARAN

Untuk menjaga keharmonisan integrasi bangsa Indonesia,perlu lebih di tingkatkan toleransi antar masyarakat yang mempunyai tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Selain itu perlu adanya control nasional untuk menjaga keseimbangan nasional.

GO INDONESIA.COM

Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah, bahwa mendirikan sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah "kontrak sosial" antara Negara dengan rakyatnya, dan Negara sebagai organisasi yang mengatur, berkewajiban untuk membawa rakyat kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang memiliki rakyat.
Pancasila sebagai sebuah dasar negara mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai fungsi statis dan fungsi dinamis. Fungsi statisnya adalah, bahwa Pancasila sebagai alat pemersatu dari ideologi-ideologi yang anti terhadap kolonialisme, kapitalisme dan imprialisme, Pancasila juga sebagai pemersatu dari beragamnya kebudayaan rakyat Indonesia dan pancasila berfungsi sebagai alat pemersatu dari semua unsur kehidupan rakyat Indonesia. Sedangkan fungsi dinamisnya adalah pancasila sebagai pijakan berjalannya negara, bahwa Pancasila memberi arah untuk mewujudkan surganya dunia, yaitu masyarakat Indonesia yang sejahtera, makmur dan sentosa yang hidup damai diatas bumi pertiwi dibawah kolong laingit ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu hanya dapat terjadi jika negara dijalankan berdasarkan sila-sila yang terkandung dalam pancasila secara baik dan benar. Karena Pancasila sebagai sebuah dasar Negara menjadi sumber dari Undang-Undang Dasar dan semua hukum yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu dipertegas dalam Ketetapan MPRS No XX/1966. Oleh karena itu, adalah sebuah keharusan, bahwa peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan negara tidak boleh keluar dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal atau kelompoknya. Negara pancasilais adalah negara yang tidak akan mendukung kolonialisme dibelahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun, negara yang pancasilais pastilah mengusir bangsa asing yang memasuki wilayah Indonesia hanya untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dan menghisap rakyatnya, negara yang pancasilais adalah negara yang berdaulat terhadap negara yang lain, negara yang pancasilais pastilah membangun perekonomian rakyatnya, negara yang pancasilais adalah negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, negara yang pancasilais pastilah memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi pemimpin atau seseorang yang bermanfaat buat orang banyak, negara yang pancasilais pastilah mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri dan bermoral baik, negara yang pancasilais pastilah mempertahankan budaya masyarakatnya, negara yang pancasilais pastilah mewujudkan masyarakat yang pancasilais.
Ketika negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara baik dan benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan masyarakat pancasilais di bumi ini. Bahwa masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang saling menghargai antara pemeluk keyakinan, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang bersaing tanpa harus membuat duka orang lain, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang tidak mengagung-agungkan kejahatan dan kebejatan, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang ikut merasakan kepedihan ketika saudara sebangsanya merasakan kepedihan, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang bekerja dengan gigih mengembangkan seluruh potensinya, masyarakat pancasilais adalah masyarakat yang kritis terhadap kebijakan negara yang tidak berpihak kepadanya.
Memaknai pancasila sebagai sebuah dasar negara haruslah dilakukan secara bersama-sama antara negara dengan rakyatnya. Negara haruslah sadar dengan posisinya sebagai pelayan rakyat yang hanya bertugas untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat pancasilais dengan bercirikan rakyat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Dan rakyatpun harus sadar, bahwa rakyatlah pemilik syah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, ketika negara keluar dari nilai-nilai pancasila, maka rakyat harus mengembalikan negara pada pancasila. Pancasila harus selalu ada dalam setiap kebijakan dan berjalannya negara, dan pancasila harus selalu ada dalam kehidupan keseharian rakyat Indonesia, sehingga pancasila menjadi ruh yang kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Republik ini dibangun karena kita menolak kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme yang telah nyata-nyata mensengsarakan rakyat Indonesia selama berabad-abad. Sampai hari ini kita masih berhadapan dengan isme-isme tersebut yang mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa kita, dan sudah menjadi keyakinan kita yang tidak akan pernah goyah, hanya Pancasila-lah jawaban yang dapat menyelamatkan kita dari keterpurukan yang berkepanjangan.

PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU BANGSA

PANCASILA SEBAGAI SARANA PEMERSATU BANGSA

Apa yang menjadi dasar materiilnya, hingga Bung Karno menyimpulkan
Pancasila adalah sarana pemersatu bangsa? Mengapa diperlukan sarana
pemersatu bangsa?

Kenyataan di lapangan menunjukan, bahwa bangsa lndonesia terdiri
dari ratusan suku bangsa.setiap suku bangsa mempunyai budayanya
sendiri-sendiri yang menunjukkan kekhususannya. Selain itu, keyakinan agama
bangsa Indonesia tidak hanya satu, tetapi lebih. Ada yang Islam, Katolik,
Protestan, Buddha, Hindu dsb. Masing-masing menganggap agamanya lah yang benar.

Pendirian politik bangsa 1ndonesia juga tidak satu dalam perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan. Ada yang nasionalis, ada yang agamis dan ada
yang marxis.

Menurut Bung Karno Pancasila itu beliau gali dari bumi Indonesia.
Itu tidak berarti Pancasila itu telah menjadi sistem masyarakat di masa lalu
di Indonesia letapi didalam sistem yang tidak pancasilais di masa lalu itu
telah lahir benih-benih Pancasila.

Ini lah beberapa faktanya. Lihat lah dalam masyarakat komune
primitif kepercayaan yang dominan ketika itu ialah dinamisme (percaya kepada
yang gaib); animisme (yang mengajarkan dalam semua benda terdapat roh); dan
politeisme (yang memuja dewa-dewa). Belum ada agama tauhid (monoteisme).
Selain itu, di zaman pemilikan budak tidak ada kemanusiaan yang adil dan
beradab. Budak diperlakukan seperti binatang saja. Adanya perbudakan itu
melahirkan keinginan untuk hapusnya perbudakan yang tidak manusiawi, yang
tidak adil dan tidak beradab itu.

Di jaman feodal tidak ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Yang
ada hanya keadilan bagi tuan-tuan feodal dan bangsawan. Kaum tani hamba dan
pengrajin menentang sistem sosial yang tidak adil itu. Timbul lah pikiran
dan perlawanan supaya keadilan sosial juga berlaku bagi mereka.

Persatuan bangsa lndonesia juga tidak ada di masa komune primitif di
zaman pemilikan budak, juga di zaman feodal. nemang ada kerajaan yang
berusaha "mempersatukan" seluruh Indonesia, dalam arti tunduk di bawah
telapak kaki mereka. Persatuan dibawah kerajaan itu bukan lah persatuan,
tetapi persatuan. Persatuan yang dipaksakan, bukan berdasar kesadaran.
Persatuan bangsa Indonesia yang berdasarkan kesadaran lahir dan berkembang
sejak awal Abad XX.

Kerakyatan atau demokrasi pada zaman pemilikan budak hanya berlaku bagi
tuan-tuan budak dan golongan merdeka. Bagi budak-budak berlaku hukum
diktatur. Di zaman feodal kerakyatan atau demokrasi hanya berlaku bagi
tuan-tuan feodal dan bangsawan. Bagi tani hamba berlaku hukum diktatur.
Justru karena ketidak adilan itu maka muncul perjuangan dari golongan yang
tertindas untuk kerakyatan atau demokrasi. Tidak hanya di bidang politik,
tapi juga di bidang ekonomi.

Jadi yang digali Bung Karno dari bumi Indonesia bukan lah sebuah
sistem yang telah pernah berlaku di masa lalu, kemudian terbenam, melainkan
aspek-aspek yang sedang tumbuh dalam masyarakat yang timpang itu. Jadi,
Pancasila bukan lah sistem yang telah pernah terdapat di bumi Indonesia di
masa lalu.

Menurut Bung Karno, sila-sila dalam Pancasila masih merupakan suatu
program yang harus diperjuangkan pelaksanaannya. Tanpa diperjuangkan
Pancasila tidak akan menjadi kenyataan. Perjuangan itu diperlukan karena
kaum penghisap dan penindas akan menyabotnya. Sebab, berjalannya Pancasila
akan merugikan mereka. Ini sesuai dengan pidato lahirnya Pancasila yang
diucapkan Bung Karno 1 Juni 1945, "Jikalau bangsa Indonesia ingin supaya
Pancasila menjadi realiteit, janganlah lupa syarat menyelenggarakannya,
ialah perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan."

Untuk mewujudkan Pancasila dalam realitas, Bung Karno sebagai
penggali Pancasila memberikan tafsiran tentang apa yang beliau gali
tersebut. Menurut Bung Karno dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1960
mengemukakan bahwa "Manipol adalah pemancaran dari Pancasila. Usdek (UUD
1945, Sosialismes Demokrasi, Ekonomi dan Kepribadian -pen.) adalah
pemancaran dari Pancasila. Manipol, Usdek dan Pancasila adalah terjalin satu
sama lain--Manipol, Usdek dan Pancasila tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Jika saya harus mengambil kias--, maka saya katakan: Pancasila adalah
semacam Qurannya dan Manipol Usdek adalah semacam hadis-hadisnya.( Awas!
Saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Quran, dan bahwa Manipol dan
Usdek adalah hadis). Quran dan hadis merupakan satu kesatuan--maka Pancasila
dan Manipol dan Usdek merupakan satu kesatuan."

"Quran dijelaskan dengan hadis. Pancasila dijelaskan dengan Manipol
serta intisarinya yang bernama Usdek," kata Bung Karno.

Jelasnya, Pancasila adalah sosialisme dan demokrasi. Bukan
kapitalisme dan fasisme. Dibawah prinsip sosialisme dan demokrasi itulah
penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa dan
dengan persatuan berdasarkan Nasakom.

PANCASILA DAN P-4 SEBAGAI PANCASILA TANDINGAN

Berbeda dengan di masa Presiden Soekarno berkuasa, di mana Pancasila
sebagai sarana pemersatu bangsa, maka di masa kekuasaan Presiden Soeharto
selama 32 tahun Pancasila merupakan sarana ancaman terhadap lawan politik.
Langkahnya dimulai dengan de-Soekarnoisasi.

Pelaku utama proses rekayasa ialah Prof Dr Nugroho Notosusanto
melalui bukunya "Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara". Bukunya itu
menyimpulkan bahwa "penggali Pancasila adalah tiga orang, yaitu Mohd Yamin,
Supomo dan Soekarno. Penguasa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto
tetap mempertahankan kesimpulan Nugroho Notosusanto tersebut, meski pun
Proklamator Bung Hatta sendiri sebagai saksi dan pclaku sejarah dengan tegas
menyatakan, bahwa satu-satunya yang menjawab pertanyaan Dr Radjiman
Wedyodiningrat (Ketua sidang BPUPK) tentang apa yang akan dijadikan dasar
negara kalau Indonesia merdeka kelak adalah hanya Bung Karno seorang.

Pemalsuan Nugroho Notosusanto tentang penggali Pancasila tersebut
lebih mencolok lagi, bila dia membaca Naskah Persiapan UUD 1945 (jilid II,
hal: 71) di mana dikatakan Mohd Yamin Tanggal 1 Juni 1945 dianggap sebagai
tanggal lahir nya ajaran Pancasila dan Bung Karno diterima sebagai
penggalinya" (Sejarah lahirnya Pancasila, Yapeta Pusat, 1995, hal: 229 ).

Bila dengan Konsensus Nasional Presiden Soeharto telah berhasil
melumpuhkan UUD 1945, maka Presiden Soeharto melanjutkan langkah melumpuhkan
Pancasila. Untuk itu ditetapkanlah P-4 (Pedoman Pengamalan Penghayatan
Pancasila). P-4 ini ditatarkan kepada masyarakat.

Menurut Soedjati Djiwandono melalui bukunya "Setengah Abad Negara
Pancasila, Tinjauan Kritis Ke arah Pembaruan", yang diterbitkan CSIS,
dikatakan: Penataran P-4 itu sebagai euphemisme untuk "indoktrinasi" tanpa
keterbukaan untuk mengemukakan pendapat pribadi secara kritis dan
bertanggungjawab. Apalagi para penggala kejangkitan vested interest yang
menyangkut kedudukan, prestise dan mata pencarian.

Penataran P-4 membuat warga, terutama generasi muda, tidak lebih
dari beo daripada manusia yang berpikir bebas, kritis dan bertanggung jawab
secara pribadi dan menyadari sepenuhnya apa yang mereka lakukan.

Sudjati mensinyalir orang-orang yang mengikuti penataran P-4 pada
umumnya karena terpaksa, jika mereka ingin bisa sekolah atau diterima
bekerja. Selama penataran orang tidak punya pilihan lain kecuali menerima
dan menelan mentah-mentah apa yang disajikan. Yakin, atau tidak, mengerti
atau tidak, ia harus hafal, dan pay lip service pada materi yang disajikan
tanpa mendebat atau mempersoaltan secara serius.

Sementara itu Abdul Madjid mantan anggota DPR RI dalam saresehan
yang diselenggarakan Yapeta Pusat tanggal 30 Mei 1994 di Gedung Perintis
Kemerdekaan, tentang P-4 ini mengatakan, " Saya ingin menegaskan bahwa di
Indonesia sekarang sudah ada 2 Pancasila....Kita mau dibikin Pancasilais
tetapi penatarannya penataran P-4, bukan penataran Pancasila. Jadi kita mau
dibikin Pancasilais dengan Pedoman ( P-4 -pen.). Pedoman itu dikatakan, "
P-4 itu bukan tafsir dari Pancasila sebagai Dasar Negara yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945-serta Batang Tubuh dan penjelasannya pasal (1 dari
P-4).

"Lain daripada itu dari pasal 4, dari P-4 itu dinyatakan P-4 itu
harus menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi setiap warga negara, setiap
lembaga negara, setiap lembaga kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara serta harus dilaksanakan secara bulat dan utuh".

"Bayangkan..P-4 harus dijadikan penuntun dan pegangan hidup bagi
setiap warga negara untuk bermasyarakat dan bernegara. Mestinya yang
dijadikan pegangan hidup dan penuntun adalah Pancasila dan bukan tafsirnya.
Lho kok sekarang P-4 menentukan tafsir ini mesti dijadikan penuntun dan
pegangan hidup. Di mana kah Pancasila yang ada didalam UUD 1945? Apa kah ini
berarti tidak berarti bahwa sekarang ini sudah ada Pancasila tandingan,
yaitu P-4?"

Presiden Soeharto sendiri baru mengakui Bung Karno sebagai penggali
Pancasila pada tanggal 17 Oktober 1997 (5) Namun pengakuannya hanya hingga
bibir, tidak diikuti dengan tindakan nyata, seperti meninjau kembali P-4
sebagai Pancasila tandingan. Dengan demikian P-4 berjalan terus melalui
Penataran-penatarannya untuk menciptakan manusia-manusia "beo" manusia yang
tidak kritis, seperti dikatakan Soedjati Dijwandono.

Bertolak dari kata-kata Ruslan Abdul Gani "bad started the mission",
sesuatu keberangkatan yang jelek, yang salah, dia akan tersandung-sandung,
terperosok ke dalam jurang yang paling hina, maka Johny Sastrawiguna (6)
mengatakan:" Oleh karena itu, terJadilah sekarang krisis akhlak, krisis
moral. Dimana semestinya Penataran P-4 yang sudah berjalan 16 tahun,
kemudian menghabiskan biaya beban rakyat entah berapa trilyun rupiah tidak
menghasilkan manusia-manusia, pemimpin-pemimpin, panutan rakyat, pengabdi
rakyat, tidak menghasilkan pemimpin-pemimpin yang tidak minta dilayani,
seperti kita lihat dalam katabelece Sudomo itu adalah salah satu bentuk
penyelewengan, penyalahgunakan kekuasaan. Jadi yang disebut kolusi adalah
kejahatan".

PANCASILA SEBAGAI SARANA ANCAMAN BAGI LAWAN POLITIK

Di samping Nugroho Notosusanto memalsukan sejarah mengenal slapa
penggali Pancasila yang sesungguhnya, serta menjadikan P-4 sebagai Pancasila
tandingan, maka Presiden Soeharto sendiri benar-benar menyalahgunakan
Pancasila sebagai sarana ancaman terhadap lawan politik. Hal itu tercermin
dengan baiknya di dalam pidato Presiden Suharto pada HUT Kopassandha 16
April 1980, di antaranya dikatakannya, "Selalu diisukan isteri Suharto
menerima komisi. Menentukan kemenangan tender, yang seolah-olah jalan
Cendana itu markas besar untuk menentukan kemenangan tender dan komisi dan
lain sebagainya...dan bahkan akhir-akhir ini sampai juga ditujukan kepada
saya, yang sudah diisyukan di kalangan mahasiswa dan juga di kalangan
ibu-ibu yang biasa mudah untuk sampai kemana-mana. Satu isyu kalau saya ini
katanya mempunyai " selir ", mempunyai simpanan salah satu dari bintang film
yang terkenal, yang dinamakan Rahayu Effendi. Ini sudah lama bahkan sekarang
ini juga dibangkitkan hal itu kembali. Padahal kenal, berjumpa saja tidak.
Tapi toh sudah dilontarkan isyu itu".

"Apa ini semua maksudnya? Maksudnya adalah tidak lain karena mungkin
mereka itu menilai kalau saya itu menjadi penghalang utama dari kegiatan
politik mereka itu. Karena itu harus ditiadakan. Mereka lupa, andaikata bisa
meniadakan saya, lupa bahwasanya toh akhirnya akan timbul mungkin lebih
daripada saya, warga negara prajurit-prajurit anggota ABRI, termasuk pula
Korps Kopassandha Baret Merah akan tetap menghalang-halangi kehendak politik
mereka itu, lebih jelas bilamana ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945".

Dari pidato Presiden Soeharto terbayang dengan jelasnya bahwa
Presiden Soeharto bukan saja menggunakan Pancasila sebagai sarana ancaman
terhadap lawan politik, tapi lebih jauh dari itu seperti dikatakan Petisi
50, "Mengesankan seolah-olah ada yang menilai dirinya sebagai
pengeja-wantahan (personifikasi) Pancasila sehingga setiap kabar angin
tentang dirinya diartikan sebagai sikap anti-Pancasila."

Yang lebih mencolok lagi ialah pidato Kenegaraan Soeharto pada 16
Agustus 1967 di depan DPRGR ia telah menuduh Presiden Soekarno
menyelewengkan Pancasila, dengan dilahirkannya konsepsi Nasakom, yang
mengikutkan dan memasukkan komunisme ke dalam pelaksanaan Pancasila.
Komunisme, yang didasarkan pada dialektika materialisme, jelas anti Tuhan,
sedangkan Pancasila BerkeTuhanan Yang Maha Esa. Agama diselewengkan untuk
kepentingan politik.

Tuduhan Soeharto bahwa Presiden Soekarno menyelewengkan Pancasila
dengan memasukkan komunisme dalam melaksanakan Pancasila, sungguh-sungguh
menggelikan. Apakah Suharto yang menggali Pancasila atau Bung Karno
penggalinya (9). Mustahil seorang yang menjadi anggota KNIL di masa penjajah
Belanda jadi penggali Pancasila! Mengenai tafsiran Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam Pancasila tentu penggalinya sendiri lebih menguasainya.

Rupanya Soeharto ini belum pernah membaca pidato Lahirnya Pancasila
yang diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Maklum lah, ia baru mengakui
Bung Karno penggali Pancasila setelah 30 tahun pidato kenegaraannya di atas.
Jika dia telah membacanya, tentu dia akan berpikir ulang untuk menuduh Bung
Karno Menyelewengkan Pancasila yang beliau gali sendiri. Ini lah diantaranya
yang diucapkan Bung Karno dalam pidato Lahirnya Pancasila tersebut:

"Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus
mendukungnya. Semua buat semua. Bukan Kristen buat indonesia, bukan golongan
Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eyck buat
Indonesia. Semua buat semua. Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga dan
yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya perkataan Indonesia yang tulen,
yaitu perkataan Gotong Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah
negara gotong royong. Alangkah hehatnya! Negara Gotong Royong!".

Negara Gotong Royong. Itu mudah dimengerti, karena Pancasila itu
sendiri menurut Ruslan Abdulgani: "...Pancasila adalah suatu filsafat sosial
yang sudah dewasa, yang sangat besar pengaruhnya atas jalannya revolusi.
Singkatnya bagi tokoh intelektual nasionalis itu, ujar Syafii Maarif, bahwa
sumber Pancasila adalah Islam, demokrasi liberal barat, marxisme dan
demokrasi asli yang kurang berkembang, yang terdapat di pedesaan Indonesia."

Selain daripada itu mengenai orang-orang Indonesia yang menjadi
anggota PKI sebagian besar beragama lslam, itupun dapat diketahui dengan
membaca karya Ahmad Syafiii Maarif yang mengatakan, "Dari uraian di atas
nampak ada tiga ideologi politik dasar yang saling bersaing di panggung
sejarah modern lndonesia: Islam, Marxisme dan Nasionalisme sekuler,
sekalipun sebagian besar tokoh dari kedua ideologi (Marxisme dan
Nasionalisme sekuler -pen.) terakhir itu masih beragama Islam, yaitu Islam
sebagai agama pribadi dan
bukan sebagai ideologi politik."

Adalah sebuah fitnahan menuduh orang Indonesia yang beragama lslam,
yang menjadi anggota PKI sebagai atheis. Memang tak bisa disangkal, bahwa
ada juga anggota PKI yang atheis. Seperti juga apa kah semua orang Indonesia
yang beragama lslam (misalnya Soeharto) menjalankan ketentuan-ketentuan
ajaran agama lslam? Tidak ada yang munafik dan menumpuk-numpuk harta
kekayaan? Jika semua yang mengaku beragama islam menjalankan
ketentuan-ketentuan ajaran agama Islam, tentu tidak akan ada gerakan
menuntut mundur Soeharto (yang beragama Islam dan haji) unluk mundur dari
kedudukannya sebagai presiden! Bukan kah sebagian besar yang menuntut itu
juga beragama Islam? Padahal Soeharto itu seorang haji.

Tuduhan Soeharto bahwa semua anggota PKI atheis adalah untuk
menyembunyikan pembantaian massal yang dilakukannya terhadap massa anggota
dan simpatisan PKI di tahun 1965/1966, yang jumlahnya jutaan orang, seperti
pengakuan Komandan RPKAD Sarwo Edhie, anak buah Soeharto, kepada Permadi SH.
Tujuannya ialah untuk dapat menumpuk-numpuk harta kekayaan.

KESIMPULAN

Kabinet Reformasi Pembangunan baru benar-benar kabinet reformasi,
bila kabinet ini juga mereformasi P-4 yang merupakan Pancasila tandingan.
Presiden Soeharto telah memanipulasi Pancasila menjadi P-4 sebagai sarana
ancaman terhadap lawan politiknya. Jika kabinet reformasi tidak mereformasi
P-4, apalagi melanjutkan P-4, maka kabinet reformasi itu hanya di bibir
saja, bukan dalam kenyataan.***