Jumat, 01 Oktober 2010

PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU BANGSA

PANCASILA SEBAGAI SARANA PEMERSATU BANGSA

Apa yang menjadi dasar materiilnya, hingga Bung Karno menyimpulkan
Pancasila adalah sarana pemersatu bangsa? Mengapa diperlukan sarana
pemersatu bangsa?

Kenyataan di lapangan menunjukan, bahwa bangsa lndonesia terdiri
dari ratusan suku bangsa.setiap suku bangsa mempunyai budayanya
sendiri-sendiri yang menunjukkan kekhususannya. Selain itu, keyakinan agama
bangsa Indonesia tidak hanya satu, tetapi lebih. Ada yang Islam, Katolik,
Protestan, Buddha, Hindu dsb. Masing-masing menganggap agamanya lah yang benar.

Pendirian politik bangsa 1ndonesia juga tidak satu dalam perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan. Ada yang nasionalis, ada yang agamis dan ada
yang marxis.

Menurut Bung Karno Pancasila itu beliau gali dari bumi Indonesia.
Itu tidak berarti Pancasila itu telah menjadi sistem masyarakat di masa lalu
di Indonesia letapi didalam sistem yang tidak pancasilais di masa lalu itu
telah lahir benih-benih Pancasila.

Ini lah beberapa faktanya. Lihat lah dalam masyarakat komune
primitif kepercayaan yang dominan ketika itu ialah dinamisme (percaya kepada
yang gaib); animisme (yang mengajarkan dalam semua benda terdapat roh); dan
politeisme (yang memuja dewa-dewa). Belum ada agama tauhid (monoteisme).
Selain itu, di zaman pemilikan budak tidak ada kemanusiaan yang adil dan
beradab. Budak diperlakukan seperti binatang saja. Adanya perbudakan itu
melahirkan keinginan untuk hapusnya perbudakan yang tidak manusiawi, yang
tidak adil dan tidak beradab itu.

Di jaman feodal tidak ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Yang
ada hanya keadilan bagi tuan-tuan feodal dan bangsawan. Kaum tani hamba dan
pengrajin menentang sistem sosial yang tidak adil itu. Timbul lah pikiran
dan perlawanan supaya keadilan sosial juga berlaku bagi mereka.

Persatuan bangsa lndonesia juga tidak ada di masa komune primitif di
zaman pemilikan budak, juga di zaman feodal. nemang ada kerajaan yang
berusaha "mempersatukan" seluruh Indonesia, dalam arti tunduk di bawah
telapak kaki mereka. Persatuan dibawah kerajaan itu bukan lah persatuan,
tetapi persatuan. Persatuan yang dipaksakan, bukan berdasar kesadaran.
Persatuan bangsa Indonesia yang berdasarkan kesadaran lahir dan berkembang
sejak awal Abad XX.

Kerakyatan atau demokrasi pada zaman pemilikan budak hanya berlaku bagi
tuan-tuan budak dan golongan merdeka. Bagi budak-budak berlaku hukum
diktatur. Di zaman feodal kerakyatan atau demokrasi hanya berlaku bagi
tuan-tuan feodal dan bangsawan. Bagi tani hamba berlaku hukum diktatur.
Justru karena ketidak adilan itu maka muncul perjuangan dari golongan yang
tertindas untuk kerakyatan atau demokrasi. Tidak hanya di bidang politik,
tapi juga di bidang ekonomi.

Jadi yang digali Bung Karno dari bumi Indonesia bukan lah sebuah
sistem yang telah pernah berlaku di masa lalu, kemudian terbenam, melainkan
aspek-aspek yang sedang tumbuh dalam masyarakat yang timpang itu. Jadi,
Pancasila bukan lah sistem yang telah pernah terdapat di bumi Indonesia di
masa lalu.

Menurut Bung Karno, sila-sila dalam Pancasila masih merupakan suatu
program yang harus diperjuangkan pelaksanaannya. Tanpa diperjuangkan
Pancasila tidak akan menjadi kenyataan. Perjuangan itu diperlukan karena
kaum penghisap dan penindas akan menyabotnya. Sebab, berjalannya Pancasila
akan merugikan mereka. Ini sesuai dengan pidato lahirnya Pancasila yang
diucapkan Bung Karno 1 Juni 1945, "Jikalau bangsa Indonesia ingin supaya
Pancasila menjadi realiteit, janganlah lupa syarat menyelenggarakannya,
ialah perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan."

Untuk mewujudkan Pancasila dalam realitas, Bung Karno sebagai
penggali Pancasila memberikan tafsiran tentang apa yang beliau gali
tersebut. Menurut Bung Karno dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1960
mengemukakan bahwa "Manipol adalah pemancaran dari Pancasila. Usdek (UUD
1945, Sosialismes Demokrasi, Ekonomi dan Kepribadian -pen.) adalah
pemancaran dari Pancasila. Manipol, Usdek dan Pancasila adalah terjalin satu
sama lain--Manipol, Usdek dan Pancasila tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Jika saya harus mengambil kias--, maka saya katakan: Pancasila adalah
semacam Qurannya dan Manipol Usdek adalah semacam hadis-hadisnya.( Awas!
Saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Quran, dan bahwa Manipol dan
Usdek adalah hadis). Quran dan hadis merupakan satu kesatuan--maka Pancasila
dan Manipol dan Usdek merupakan satu kesatuan."

"Quran dijelaskan dengan hadis. Pancasila dijelaskan dengan Manipol
serta intisarinya yang bernama Usdek," kata Bung Karno.

Jelasnya, Pancasila adalah sosialisme dan demokrasi. Bukan
kapitalisme dan fasisme. Dibawah prinsip sosialisme dan demokrasi itulah
penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa dan
dengan persatuan berdasarkan Nasakom.

PANCASILA DAN P-4 SEBAGAI PANCASILA TANDINGAN

Berbeda dengan di masa Presiden Soekarno berkuasa, di mana Pancasila
sebagai sarana pemersatu bangsa, maka di masa kekuasaan Presiden Soeharto
selama 32 tahun Pancasila merupakan sarana ancaman terhadap lawan politik.
Langkahnya dimulai dengan de-Soekarnoisasi.

Pelaku utama proses rekayasa ialah Prof Dr Nugroho Notosusanto
melalui bukunya "Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara". Bukunya itu
menyimpulkan bahwa "penggali Pancasila adalah tiga orang, yaitu Mohd Yamin,
Supomo dan Soekarno. Penguasa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Suharto
tetap mempertahankan kesimpulan Nugroho Notosusanto tersebut, meski pun
Proklamator Bung Hatta sendiri sebagai saksi dan pclaku sejarah dengan tegas
menyatakan, bahwa satu-satunya yang menjawab pertanyaan Dr Radjiman
Wedyodiningrat (Ketua sidang BPUPK) tentang apa yang akan dijadikan dasar
negara kalau Indonesia merdeka kelak adalah hanya Bung Karno seorang.

Pemalsuan Nugroho Notosusanto tentang penggali Pancasila tersebut
lebih mencolok lagi, bila dia membaca Naskah Persiapan UUD 1945 (jilid II,
hal: 71) di mana dikatakan Mohd Yamin Tanggal 1 Juni 1945 dianggap sebagai
tanggal lahir nya ajaran Pancasila dan Bung Karno diterima sebagai
penggalinya" (Sejarah lahirnya Pancasila, Yapeta Pusat, 1995, hal: 229 ).

Bila dengan Konsensus Nasional Presiden Soeharto telah berhasil
melumpuhkan UUD 1945, maka Presiden Soeharto melanjutkan langkah melumpuhkan
Pancasila. Untuk itu ditetapkanlah P-4 (Pedoman Pengamalan Penghayatan
Pancasila). P-4 ini ditatarkan kepada masyarakat.

Menurut Soedjati Djiwandono melalui bukunya "Setengah Abad Negara
Pancasila, Tinjauan Kritis Ke arah Pembaruan", yang diterbitkan CSIS,
dikatakan: Penataran P-4 itu sebagai euphemisme untuk "indoktrinasi" tanpa
keterbukaan untuk mengemukakan pendapat pribadi secara kritis dan
bertanggungjawab. Apalagi para penggala kejangkitan vested interest yang
menyangkut kedudukan, prestise dan mata pencarian.

Penataran P-4 membuat warga, terutama generasi muda, tidak lebih
dari beo daripada manusia yang berpikir bebas, kritis dan bertanggung jawab
secara pribadi dan menyadari sepenuhnya apa yang mereka lakukan.

Sudjati mensinyalir orang-orang yang mengikuti penataran P-4 pada
umumnya karena terpaksa, jika mereka ingin bisa sekolah atau diterima
bekerja. Selama penataran orang tidak punya pilihan lain kecuali menerima
dan menelan mentah-mentah apa yang disajikan. Yakin, atau tidak, mengerti
atau tidak, ia harus hafal, dan pay lip service pada materi yang disajikan
tanpa mendebat atau mempersoaltan secara serius.

Sementara itu Abdul Madjid mantan anggota DPR RI dalam saresehan
yang diselenggarakan Yapeta Pusat tanggal 30 Mei 1994 di Gedung Perintis
Kemerdekaan, tentang P-4 ini mengatakan, " Saya ingin menegaskan bahwa di
Indonesia sekarang sudah ada 2 Pancasila....Kita mau dibikin Pancasilais
tetapi penatarannya penataran P-4, bukan penataran Pancasila. Jadi kita mau
dibikin Pancasilais dengan Pedoman ( P-4 -pen.). Pedoman itu dikatakan, "
P-4 itu bukan tafsir dari Pancasila sebagai Dasar Negara yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945-serta Batang Tubuh dan penjelasannya pasal (1 dari
P-4).

"Lain daripada itu dari pasal 4, dari P-4 itu dinyatakan P-4 itu
harus menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi setiap warga negara, setiap
lembaga negara, setiap lembaga kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara serta harus dilaksanakan secara bulat dan utuh".

"Bayangkan..P-4 harus dijadikan penuntun dan pegangan hidup bagi
setiap warga negara untuk bermasyarakat dan bernegara. Mestinya yang
dijadikan pegangan hidup dan penuntun adalah Pancasila dan bukan tafsirnya.
Lho kok sekarang P-4 menentukan tafsir ini mesti dijadikan penuntun dan
pegangan hidup. Di mana kah Pancasila yang ada didalam UUD 1945? Apa kah ini
berarti tidak berarti bahwa sekarang ini sudah ada Pancasila tandingan,
yaitu P-4?"

Presiden Soeharto sendiri baru mengakui Bung Karno sebagai penggali
Pancasila pada tanggal 17 Oktober 1997 (5) Namun pengakuannya hanya hingga
bibir, tidak diikuti dengan tindakan nyata, seperti meninjau kembali P-4
sebagai Pancasila tandingan. Dengan demikian P-4 berjalan terus melalui
Penataran-penatarannya untuk menciptakan manusia-manusia "beo" manusia yang
tidak kritis, seperti dikatakan Soedjati Dijwandono.

Bertolak dari kata-kata Ruslan Abdul Gani "bad started the mission",
sesuatu keberangkatan yang jelek, yang salah, dia akan tersandung-sandung,
terperosok ke dalam jurang yang paling hina, maka Johny Sastrawiguna (6)
mengatakan:" Oleh karena itu, terJadilah sekarang krisis akhlak, krisis
moral. Dimana semestinya Penataran P-4 yang sudah berjalan 16 tahun,
kemudian menghabiskan biaya beban rakyat entah berapa trilyun rupiah tidak
menghasilkan manusia-manusia, pemimpin-pemimpin, panutan rakyat, pengabdi
rakyat, tidak menghasilkan pemimpin-pemimpin yang tidak minta dilayani,
seperti kita lihat dalam katabelece Sudomo itu adalah salah satu bentuk
penyelewengan, penyalahgunakan kekuasaan. Jadi yang disebut kolusi adalah
kejahatan".

PANCASILA SEBAGAI SARANA ANCAMAN BAGI LAWAN POLITIK

Di samping Nugroho Notosusanto memalsukan sejarah mengenal slapa
penggali Pancasila yang sesungguhnya, serta menjadikan P-4 sebagai Pancasila
tandingan, maka Presiden Soeharto sendiri benar-benar menyalahgunakan
Pancasila sebagai sarana ancaman terhadap lawan politik. Hal itu tercermin
dengan baiknya di dalam pidato Presiden Suharto pada HUT Kopassandha 16
April 1980, di antaranya dikatakannya, "Selalu diisukan isteri Suharto
menerima komisi. Menentukan kemenangan tender, yang seolah-olah jalan
Cendana itu markas besar untuk menentukan kemenangan tender dan komisi dan
lain sebagainya...dan bahkan akhir-akhir ini sampai juga ditujukan kepada
saya, yang sudah diisyukan di kalangan mahasiswa dan juga di kalangan
ibu-ibu yang biasa mudah untuk sampai kemana-mana. Satu isyu kalau saya ini
katanya mempunyai " selir ", mempunyai simpanan salah satu dari bintang film
yang terkenal, yang dinamakan Rahayu Effendi. Ini sudah lama bahkan sekarang
ini juga dibangkitkan hal itu kembali. Padahal kenal, berjumpa saja tidak.
Tapi toh sudah dilontarkan isyu itu".

"Apa ini semua maksudnya? Maksudnya adalah tidak lain karena mungkin
mereka itu menilai kalau saya itu menjadi penghalang utama dari kegiatan
politik mereka itu. Karena itu harus ditiadakan. Mereka lupa, andaikata bisa
meniadakan saya, lupa bahwasanya toh akhirnya akan timbul mungkin lebih
daripada saya, warga negara prajurit-prajurit anggota ABRI, termasuk pula
Korps Kopassandha Baret Merah akan tetap menghalang-halangi kehendak politik
mereka itu, lebih jelas bilamana ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945".

Dari pidato Presiden Soeharto terbayang dengan jelasnya bahwa
Presiden Soeharto bukan saja menggunakan Pancasila sebagai sarana ancaman
terhadap lawan politik, tapi lebih jauh dari itu seperti dikatakan Petisi
50, "Mengesankan seolah-olah ada yang menilai dirinya sebagai
pengeja-wantahan (personifikasi) Pancasila sehingga setiap kabar angin
tentang dirinya diartikan sebagai sikap anti-Pancasila."

Yang lebih mencolok lagi ialah pidato Kenegaraan Soeharto pada 16
Agustus 1967 di depan DPRGR ia telah menuduh Presiden Soekarno
menyelewengkan Pancasila, dengan dilahirkannya konsepsi Nasakom, yang
mengikutkan dan memasukkan komunisme ke dalam pelaksanaan Pancasila.
Komunisme, yang didasarkan pada dialektika materialisme, jelas anti Tuhan,
sedangkan Pancasila BerkeTuhanan Yang Maha Esa. Agama diselewengkan untuk
kepentingan politik.

Tuduhan Soeharto bahwa Presiden Soekarno menyelewengkan Pancasila
dengan memasukkan komunisme dalam melaksanakan Pancasila, sungguh-sungguh
menggelikan. Apakah Suharto yang menggali Pancasila atau Bung Karno
penggalinya (9). Mustahil seorang yang menjadi anggota KNIL di masa penjajah
Belanda jadi penggali Pancasila! Mengenai tafsiran Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam Pancasila tentu penggalinya sendiri lebih menguasainya.

Rupanya Soeharto ini belum pernah membaca pidato Lahirnya Pancasila
yang diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Maklum lah, ia baru mengakui
Bung Karno penggali Pancasila setelah 30 tahun pidato kenegaraannya di atas.
Jika dia telah membacanya, tentu dia akan berpikir ulang untuk menuduh Bung
Karno Menyelewengkan Pancasila yang beliau gali sendiri. Ini lah diantaranya
yang diucapkan Bung Karno dalam pidato Lahirnya Pancasila tersebut:

"Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus
mendukungnya. Semua buat semua. Bukan Kristen buat indonesia, bukan golongan
Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eyck buat
Indonesia. Semua buat semua. Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga dan
yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya perkataan Indonesia yang tulen,
yaitu perkataan Gotong Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah
negara gotong royong. Alangkah hehatnya! Negara Gotong Royong!".

Negara Gotong Royong. Itu mudah dimengerti, karena Pancasila itu
sendiri menurut Ruslan Abdulgani: "...Pancasila adalah suatu filsafat sosial
yang sudah dewasa, yang sangat besar pengaruhnya atas jalannya revolusi.
Singkatnya bagi tokoh intelektual nasionalis itu, ujar Syafii Maarif, bahwa
sumber Pancasila adalah Islam, demokrasi liberal barat, marxisme dan
demokrasi asli yang kurang berkembang, yang terdapat di pedesaan Indonesia."

Selain daripada itu mengenai orang-orang Indonesia yang menjadi
anggota PKI sebagian besar beragama lslam, itupun dapat diketahui dengan
membaca karya Ahmad Syafiii Maarif yang mengatakan, "Dari uraian di atas
nampak ada tiga ideologi politik dasar yang saling bersaing di panggung
sejarah modern lndonesia: Islam, Marxisme dan Nasionalisme sekuler,
sekalipun sebagian besar tokoh dari kedua ideologi (Marxisme dan
Nasionalisme sekuler -pen.) terakhir itu masih beragama Islam, yaitu Islam
sebagai agama pribadi dan
bukan sebagai ideologi politik."

Adalah sebuah fitnahan menuduh orang Indonesia yang beragama lslam,
yang menjadi anggota PKI sebagai atheis. Memang tak bisa disangkal, bahwa
ada juga anggota PKI yang atheis. Seperti juga apa kah semua orang Indonesia
yang beragama lslam (misalnya Soeharto) menjalankan ketentuan-ketentuan
ajaran agama lslam? Tidak ada yang munafik dan menumpuk-numpuk harta
kekayaan? Jika semua yang mengaku beragama islam menjalankan
ketentuan-ketentuan ajaran agama Islam, tentu tidak akan ada gerakan
menuntut mundur Soeharto (yang beragama Islam dan haji) unluk mundur dari
kedudukannya sebagai presiden! Bukan kah sebagian besar yang menuntut itu
juga beragama Islam? Padahal Soeharto itu seorang haji.

Tuduhan Soeharto bahwa semua anggota PKI atheis adalah untuk
menyembunyikan pembantaian massal yang dilakukannya terhadap massa anggota
dan simpatisan PKI di tahun 1965/1966, yang jumlahnya jutaan orang, seperti
pengakuan Komandan RPKAD Sarwo Edhie, anak buah Soeharto, kepada Permadi SH.
Tujuannya ialah untuk dapat menumpuk-numpuk harta kekayaan.

KESIMPULAN

Kabinet Reformasi Pembangunan baru benar-benar kabinet reformasi,
bila kabinet ini juga mereformasi P-4 yang merupakan Pancasila tandingan.
Presiden Soeharto telah memanipulasi Pancasila menjadi P-4 sebagai sarana
ancaman terhadap lawan politiknya. Jika kabinet reformasi tidak mereformasi
P-4, apalagi melanjutkan P-4, maka kabinet reformasi itu hanya di bibir
saja, bukan dalam kenyataan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar